PERNYATAAN SIKAP FMN BANDUNG RAYA - Mengecam Keras Tindakan Represifitas Aparat Terhadap Massa Aksi Aliansi Rakyat Menggugat (ALARM) dan Massa Rakyat Lainnya di Berbagai Daerah


PERNYATAAN SIKAP
“Mengecam Keras Tindakan Represifitas Aparat Terhadap Massa Aksi Aliansi Rakyat Menggugat (ALARM) dan Massa Rakyat Lainnya di Berbagai Daerah”



Salam Demokrasi!

Kamis, 16 Juli 2020, gelombang aksi protes tersebar di berbagai kota di Indonesia. Rakyat Indonesia, utamanya klas buruh, kaum tani, pemuda, pelajar-mahasiswa, dan perempuan, turun ke jalan untuk memprotes pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja serta menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Protes tersebut lahir karena RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan produk hukum yang dibuat atas dikte dari Imperialisme AS sebagai bentuk legitimasi atas berbagai hal, seperti fleksibilitas pasar tenaga kerja, perampasan lahan, monopoli lahan, hingga liberalisasi pendidikan. Sedangkan RUU yang sedikitnya meringankan beban rakyat dalam aspek kebudayaan seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dikeluarkan dari Prolegnas 2020 karena RUU tersebut tidak menguntungkan kedudukan Imperialisme AS terhadap Indonesia. Tindakan tersebut diperparah dengan tidak tegasnya representatif DPR RI sebagai kapitalis birokrat dalam bersikap dan memutuskan pandangannya mengenai RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Dalam aksi protes yang dilancarkan oleh massa rakyat tersebut, telah terjadi represifitas yang dilakukan oleh aparat represif negara terhadap massa aksi di berbagai tempat, seperti Bandung, DKI Jakarta, Cirebon, Tasikmalaya, Makassar, dan kota lainnya. Utamanya Kota Bandung, massa aksi Aliansi Rakyat Menggugat (ALARM) yang didominasi pelajar-mahasiswa telah mendapatkan tindakan represif, bahkan sebelum aksi tersebut dimulai. Massa aksi diintimidasi dan dikejar hingga ke berbagai tempat di sekitar berlangsungnya protes aksi. Tidak hanya cukup sampai disitu, aparat kepolisian juga bahkan sempat melakukan tindakan pemukulan terhadap massa aksi, pengambilan gadget secara paksa, ancaman dibunuh, hingga pengambilan identitas pribadi seperti STNK dan KTP. Sekitar 100 orang ditangkap oleh Polrestabes Bandung, 20 orang ditangkap di DKI Jakarta, dan 37 orang ditangkap di Kota Makassar.

Tentu tindakan yang dilakukan rezim melalui aparatus represifnya tersebut sangat melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan berwatak fasis sehingga siapapun yang mengaku merupakan bagian dari gerakan kerakyatan pro-demokrasi harus mengecam tindakan tersebut. Tindakan tersebut juga melanggar UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sehingga aparat kepolisian dalam hal ini sudah melanggar produk hukum yang dibuat oleh negara.

Tindakan pembungkaman ruang demokrasi tersebut tidak hanya terjadi sekali dua kali saja. Aparat kepolisian sebagai bagian dari aparat represif negara sering melakukan penangkapan serta kekerasan terhadap massa rakyat yang sedang berjuang, berorganisasi dan mengemukakan pendapat dalam menuntut hak-hak demokratisnya. Misalnya tindakan represifitas pada saat aksi #Reformasidikorupsi, Peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober tiap tahunnya, Peringatan Mayday tiap tahunnya hingga penggusuran Tamansari di Kota Bandung. Tindakan tersebut telah bertentangan dengan penghargaan dari KOMNAS HAM bahwa Kota Bandung merupakan kota yang ramah HAM dan melindungi segenap elemen rakyatnya.

Maka dari itu, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Bandung Raya menyatakan sikap:

  1. Mengutuk keras tindakan represifitas yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap massa Aliansi Rakyat Menggugat (ALARM) dan massa rakyat lainnya yang tengah berjuang,  mengemukakan pendapat, dan berorganisasi;
  2. Usut tuntas pihak kepolisian yang telah melakukan tindakan represif terhadap massa aksi yang tengah berjuang, mengemukakan pendapat, dan berorganisasi;
  3. Jamin kedaulatan rakyat dalam melakukan bentuk protes dan mengemukakan pendapat di muka umum sebagai perwujudan demokratisasi rakyat dalam beraspirasi, berpendapat, berjuang dan berorganisasi;
  4. Bahwa FMN Cabang Bandung Raya tidak terlibat sama sekali dalam penandatanganan MoU yang dilakukan oleh Poros Revolusi Mahasiswa Bandung (PRMB) dengan  pihak DPRD Jawa Barat, dan mengecam tindakan kompromistis tersebut yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam mengatasnamakan gerakan mahasiwa dan gerakan rakyat pada umumnya.

Demikianlah Pernyataan Sikap FMN Cabang Bandung Raya. Tindakan represif kemarin sudah seharusnya tidak menjadi halangan bagi kita untuk terus bergerak menegakkan pilar-pilar Demokrasi Nasional. Maka dari itu, kami juga menyerukan kepada seluruh kawan-kawan yang pro demokrasi untuk terus berjuang mewujudkan Demokrasi Nasional.



Bandung, 18 Juli 2020
Tertanda
Pimpinan Cabang FMN Bandung Raya
Share:

No comments: