Oleh: Ahmad Thariq
Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) lumrah diselenggarakan perguruan tinggi dalam setiap periode akademik. Merujuk pada proyeksi idealnya, program ini diselenggarakan demi mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam mengimplementasikan ilmu pengetahuannya di kondisi konkret masyarakat. Menurut perspektif ini, KKN tentu memiliki orientasi yang positif.
Kiranya proyeksi ideal KKN tersebut tidaklah terlihat seperti pada permukaannya. Pasalnya, program KKN acap kali diinfiltrasi oleh kepentingan rezim hari ini yang memfasilitasi kepentingan kapital asing. Tidak jarang rezim sengaja menitipkan agenda pembangunannya sebagai opsi program KKN. Seperti halnya yang terjadi pada tahun 2017, manakala program Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) secara mengejutkan dicantumkan sebagai program KKN.
Tahun ini Jokowi-JK kembali melakukan usaha serupa dengan mencantumkan agenda Revolusi Mental dan Citarum Harum sebagai program KKN. Khusus KKN Citarum Harum, banyak polemik yang menyelubungi program tersebut. Setelah diusut, ini dikarenakan proyek Citarum Harum turut diwarnai oleh tindak kekerasan militer dan intimidasi terhadap warga sekitar, khususnya petani.
Tulisan ini akan coba menguak beberapa sisi polemik dari proyek Citarum Harum. Lebih lanjut, tulisan ini pun akan turut menyodorkan perspektif Citarum Harum sebagai program KKN yang melibatkan kalangan mahasiswa.
Polemik Citarum Harum
Citarum Harum bukanlah program pertama yang dicanangkan yang mengatasnamakan revitalisasi sungai Citarum. Sebelumnya program Citarum Bestari sempat dicanangkan oleh Ahmad Heryawan pada tahun 2013. Program ini dicanangkan guna memperbaiki kondisi air di sungai Citarum yang pekat oleh limbah industri.
Program ini menuai kritik akibat penggunaan dana jor-joran yang dialokasikan. Pada tahun 2016, Pemprov Jabar kala itu menggelontorkan 120 miliar untuk program ini. Meski Aher, Pemprov Jabar waktu itu mengklaim bahwa program tersebut telah berhasil mengurangi 50 persen sampah sungai, nyatanya justru tak berdampak signifikan. Gelontoran dana fantastis 120 miliar menjadi hal yang sia-sia.
Kali ini, program baru pun kembali diberlakukan untuk sungai Citarum. Program Citarum Harum diproyeksikan menjadi terobosan baru yang mengatasnamakan revitalisasi dan rehabilitasi sungai Citarum.
Proyek Citarum Harum yang dicanangkan oleh Jokowi-JK nyatanya tidaklah terlepas dari kepentingan kapital asing. Terbukti Asian Development Bank (ADB) mencantumkan program Citarum Harum sebagai salah satu proyeknya. ADB menyebut proyek tersebut Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program. ADB juga tercatat telah menyisihkan sekitar 200 triliun rupiah untuk peminjaman dalam proyek ini.
Menurut keterangan resmi ADB, program yang diperuntukkan bagi daerah Jawa Barat ini melingkupi sekitar 13.000 km2, yang membentang dari area hulu hingga hilir Sungai Citarum. Seperti yang umum diketahui khalayak, daerah Sungai Citarum adalah salah satu penghasil kunci di sektor pertanian. Hal tersebut dibuktikan dengan fakta ada sekitar 390.000 ha sawah yang telah terairi oleh sistem irigasi.
Program ini bertujuan meningkatkan ketersediaan air bersih dan mengintegrasikan manajemen terpadu air sungai Citarum. Salah satu program yang berusaha diupayakan adalah manajemen sumber air terintegrasi, kapasitas bangunan juga pembangunan dan manajemen infrastruktur pendukung sumber air.
Program ADB tersebutlah yang kemudian diterjemahkan oleh Jokowi-JK sebagai Citarum Harum. Tepat pada Februari 2018 lalu, Jokowi-JK mengagendakan Citarum Harum sebagai program resminya. Jokowi-JK secara terbuka mengajak beberapa pihak sebagai stakeholder program Citarum Harum, seperti BUMN, BUMD, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan aparatur negara lainnya.
Sisi polemik Citarum Harum dapat segera kita temui apabila kita telisik secara ekonomi-politik. ADB sudah sejak lama dikenal sebagai organisasi yang menjadi manifestasi dari imperialisme, khususnya di wilayah Asia. Fakta tersebut dapat dibuktikan dengan menilik program-program yang dicetuskan ADB. Selain Citarum Harum yang sejatinya merupakan usaha pengontrolan DAS Citarum, ADB telah turut mempromosikan program ekspor besar-besaran dengan dalih mendorong pertumbuhan ekonomi. ADB juga yang mendorong terbukanya investasi sektor swasta di Indonesia, termasuk investasi langsung asing. Tak ketinggalan, ADB turut andil memperalat Jokowi-JK guna mengalokasikan anggaran secara jor-joran demi pembangunan infrastruktur yang hari ini banyak menyengsarakan rakyat lewat usaha perampasan lahan.
Seperti halnya dukungan terang-terangan ADB kepada Jokowi-JK yang telah mencetuskan Paket Kebijakan Ekonomi yang sebenarnya adalah manifestasi kebijakan Neoliberalisme. ADB mendukung Jokowi-JK yang telah membuka keran seluas mungkin bagi para pemodal asing untuk menginvestasikan kapitalnya di Indonesia.
Melihat rekam jejak ADB yang telah melegitimasi imperialisme lewat kebijakan-kebijakannya, tentu program Citarum Harum tidaklah bersih dari kepentingan pasar bebas.
Ini terbukti dalam implementasi konkretnya. Seperti yang sempat disinggung sebelumnya, Citarum Harum justru lebih mencolok terlihat sebagai usaha kontrol dan menghisap kaum tani setempat. Pelibatan stakeholder BUMN layaknya Perhutani dan Agro Jabar yang merupakan tuan tanah negara, turut andil dalam menghisap kehidupan petani setempat. Para petani telah dimonopoli lahannya, dan diatur tanaman apa saja yang diperbolehkan untuk ditanam.
Setelah diusut, ternyata bahkan ADB pun tidak menyediakan jaminan penyelenggaraan program Citarum Harum. Dalam lampiran Project Data Sheet ADB, pada variabel Indigenous Poeple ADB tidak menyediakan jaminan antisipasi bagi penduduk asli sekitar. ADB menetapkan skala C bagi jaminan keselamatan warga sekitar daerah program Citarum Harum.
Imbasnya jelas, tidak tersedianya jaminan keselamatan bagi rakyat sekitar telah berdampak pada rentannya para petani mengalami tindakan represif. Upaya-upaya penggusuran tempat tinggal sangat marak terjadi. Tak jarang upaya-upaya itu dilakukan secara represif oleh pihak TNI, yang semenjak diadakannya nota kesepahaman (MOU) beberapa waktu lalu, bebas merangsek masuk mengintervensi ranah sipil.
Pelibatan militer dalam program ini tentu bukan tanpa alasan. Proyek Citarum Harum yang memiliki standar keamanan rendah memang rentan mendapat penolakan. Oleh karenanya, militer diperlukan guna menjamin stabilitas program dari usaha-usaha perlawanan rakyat dan petani sekitar sungai Citarum.
Tak hanya penggusuran, kriminalisasi terhadap petani pun sudah beberapa kali terjadi. Kasus terbaru menimpa Ujang Sumpena, Pada tanggal 2 Mei lalu, Ujang Sumpena mengalami kriminalisasi karena dituduh melawan aparat militer yang berusaha secara sewenang-wenang merusak tanaman Sawi yang ditanamnya. Tak cukup dirusak tanamannya, militer pun secara paksa melakukan penangkapan terhadap Ujang Sumpena dan menuduhnya sebagai “gerombolan”.
Tak hanya Ujang Sumpena, sebelumnya beberapa kejadian serupa menimpa beberapa petani lainnya. Sebelumnya pada 13 April 2018, Ade Iyan dipenjarakan karena dituduh mencuri bibit kopi milik Perum Perhutani. Padahal, Ade Iyan hanya menjalankan instruksi dari majikannya yang memerintahkan Ade Iyan untuk mengambil bibit di tempat persemaian untuk kemudian ditanamkan di lahan Perum Perhutani.
Sakidi adalah korban lain yang terkena dampak program Citarum Harum. Sakidi dituduh sebagai provokator karena hanya keluar sementara waktu dari forum rapat desa Tarumajaya. Sakidi hanya keluar untuk merespons panggilan temannya di luar forum. Namun, Kolonel Yanto Kusno dengan wajah geram dan menuduh Sakidi sebagai provokator. Yanto Kusno lantas memerintahkan petugas keamanan untuk menangkap Sakidi.
Dari serentetan jejak kriminalisasi yang terjadi, jelas program Citarum Harum telah menimbulkan keresahan yang bagi rakyat sekitar, khususnya petani. Berulang kali petani harus menjadi korban ketidakadilan dari cara sewenang-wenang aparat yang selalu main hakim sendiri.
Lantas, dengan banyaknya kejanggalan dan kepentingan imperialisme yang ada dalam program ini, apakah layak Citarum Harum terintegrasi dengan program pendidikan KKN yang baru-baru ini disahkan oleh Kementistekdikti?
Infiltrasi Imperialisme ke dalam Program Pendidikan KKN
Baru-baru ini, Kemenristekdikti secara terbuka mempublikasikan Citarum Harum sebagai salah satu opsi KKN. Mohamad Nasir bersama Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, juga Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Ghufron Mukti dan Rektor Unpad Tri Hanggoro resmi meluncurkan Citarum Harum terintegrasi dengan program KKN. Mereka berdalih ini adalah langkah untuk menghadirkan sumbangsih perguruan tinggi berkaitan dengan menumbuhkan kesadaran kondisi Sungai Citarum. Maka dari itu, mahasiswa merasa perlu dilibatkan dalam program ini guna memberikan kontribusi intelektual.
Pernyataan tersebut kiranya terlalu naif dan dibuat-buat. Serangkaian pemaparan yang telah diurai sebelumnya membuktikan bahwa Citarum Harum nyatanya adalah program imperialisme untuk melanggengkan usaha monopoli sumber daya. Pelibatan mahasiswa di dalam program KKN Citarum Harum oleh karenanya tak lain adalah usaha legitimasi penghisapan yang terjadi dalam program Citarum Harum.
Legitimasi tersebut juga turut diperkuat dengan terbitnya Perpres Nomor 15 tahun 2018. Dalam Perpres tersebut, tepatnya pada Pasal 5 tentang Pengarah dicantumkan Kemenristekdikti sebagai salah satu tim pengarah. Pada Bab 4 Pasal 12 tentang Dukungan Kementerian/Lembaga, Kemenristekdikti juga didorong untuk memfasilitasi dan mengikutsertakan akademisi dalam program Citarum Harum. Ini adalah bukti legal konkret orientasi pendidikan hari ini yang menghamba kepada rezim Jokowi-JK dan imperialisme.
Mahasiswa dibiarkan ketidaktahuan akan realitas penindasan yang terjadi di lapangan. Mahasiswa dipekerjakan dengan dalih pendidikan dan pengabdian, yang sebenarnya di balik itu, mahasiswa sedang melanggengkan kerja-kerja penindasan yang ada dalam program tersebut.
Ini kembali membuktikan tesis Louis Althusser maupun Pierre Bourdieau tentang pendidikan. Dalam program ini, kita dapat menyaksikan Aparatus Represif Negara (RSA) seperti militer dan aparat bekerja sama dengan Aparatus Ideologis Negara (ISA) yakni pendidikan untuk mengonsolidasikan diri dengan imperialisme. Militer dan pendidikan saling kongkalikong melanggengkan laju program ini.
Dari perspektif ini, pendidikan tidaklah sama sekali netral dari kepentingan politik. Pendidikan menjadi alat indoktrinasi dan reproduksi ketimpangan sosial, bukan menjadi alat pembebasan rakyat tertindas. Program KKN ini adalah salah satu manifestasinya. Keterlibatan mahasiswa yang dipekerjakan daya intelektualnya adalah upaya mereproduksi relasi sosial antagonistik yang kini eksis di Indonesia.
Ini tentu menjadi fakta ironis, ketika seharusnya mahasiswa dididik untuk menumbuhkan kesadaran kritis, justru harus berakhir teralienasi dari realitas yang eksis. Upaya-upaya penyadaran sangat diperlukan di sini. Tidak hadirnya wacana-wacana yang bergulir menyoal permasalahan ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketidaksadaran khalayak, khususnya mahasiswa.
Tidak transparannya institusi pendidikan tinggi terkait penyelenggaraan program pun harus tentu harus dikecam. Mahasiswa sebagai pihak yang akan dilibatkan seharusnya mendapatkan informasi tentang program Citarum Harum secara menyeluruh. Ini dibutuhkan guna pihak yang akan dilibatkan sama-sama terang akan kondisi yang hadir.
Usaha dari mahasiswa untuk menggali secara kritis program pendidikan yang disodorkan pun tak kalah penting. Urgensinya adalah agar mahasiswa tidak lagi naif dan menelan bulat-bulat program pemerintah lain kali. Karena tentu, mahasiswa pun tidak ingin terjerembap dalam lubang yang sama. Dengan kata lain, mahasiswa pastinya tidak mau mengorbankan kesejahteraan rakyat hanya untuk omong kosong program pendidikan, layaknya KKN Citarum Harum.
Penutup
Setelah menyimak pemaparan sebelumnya, jelas program Citarum Harum tidaklah menjadi solusi yang tepat. Atas nama rehabilitasi dan revitalisasi sungai Citarum, rakyat harus menanggung dampak negatif dari program tersebut. Alih-alih revitalisasi, program ini lebih terlihat sebagai kedok monopoli sumber daya dan ekstraksi alam.
Program ini tidak menjadi solusi karena tidak menyentuh sama sekali akar permasalahan limbah Citarum. Limbah yang mencemari sungai Citarum adalah ekses hasil produksi industri. Fakta ini terbukti mengingat ada 3.200 industri yang ada di hulu dan hilir Citarum. Dari jumlah total industri tersebut, sebanyak 2.000 merupakan perusahaan tekstil. Ironisnya, 1.900 tidak memiliki instalasi pengolahan limbah.
Jika Jokowi-JK beritikad serius menanggulangi limbah di sungai Citarum, yang seharusnya dilakukan adalah menindak tegas atau bahkan menjatuhkan hukuman berat bagi industri-industri nakal tersebut. Karena industri-industri nakal itulah yang paling banyak memberikan kontribusi atas pencemaran lingkungan di sungai Citarum.
Pada faktanya, pemerintah justru lebih memilih mengkambinghitamkan rakyat sekitar sungai sebagai penyebab pencemaran sungai Citarum. Jokowi-JK, beserta jajarannya menuding kebiasaan rakyat sungai Citarum yang dicitrakan tidak sadar kebersihan dan suka membuang sampah sembarangan. Padahal, rakyat sekitar Citarum tidaklah serta-merta melakukan tindakan tersebut. Sebab, apabila tindakan itu dilakukan, tentu akan menambah kerugian mereka sendiri.
Kiranya kita sudah sama-sama terang menyoal program Citarum Harum. Fakta terlampir sebelumnya seharusnya sudah lebih dari cukup bagi kita untuk menolak program Citarum Harum. Hal yang harus kita perjuangkan adalah menuntut Jokowi-JK untuk menindak dan menghukum pelaku industri yang sudah mencemari sungai Citarum. Rakyat tidak boleh kembali dikambinghitamkan. Sedangkan mahasiswa, haruslah melebur bersama rakyat Citarum berjuang menolak program Citarum Harum.
Ahmad Thariq
Front Mahasiswa Nasional Cabang Bandung
Rujukan:
- Untuk data lebih lengkap mengenai program Citarum Harum, baca: Indonesia: Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (https://www.adb.org/projects/37049-023/main)
- Baca: http://www.mongabay.co.id/2018/02/28/citarum-harum-langkah-optimis-pemerintah-pulihkan-kejayaan-sungai-citarum-bagian-3/ ( http://www.mongabay.co.id/2018/02/28/citarum-harum-langkah-optimis-pemerintah-pulihkan-kejayaan-sungai-citarum-bagian-3/ )
- Baca: Bumikan Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti Luncurkan KKN Tematik Citarum Harum (https://ristekdikti.go.id/bumikan-pendidikan-tinggi-kemenristekdikti-luncurkan-kkn-tematik-citarum-harum-2/ )
- Baca: Perpres Nomor 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum
- Baca: Althusser, Louis. Ideologi dan Aaparatus Ideologi Negara. Jurnal IndoProgress
- Baca: Industri Penyumbang Kehancuran Ekosistem Sungai Citarum (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/03/05/p54a7s384-industri-penyumbang-kehancuran-ekosistem-sungai-citarum)
No comments:
Post a Comment