PERNYATAAN SIKAP FMN CABANG BANDUNG RAYA
“Batalkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sebagai Alat bagi Imperialisme
untuk Menghisap dan Menindas Klas Buruh Indonesia”
Salam Demokrasi!
Pemerintah Joko Widodo sebagai rezim boneka Imperialis pada
akhirnya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020. Walaupun
rakyat secara massif menolak RUU tersebut, tetapi para kapitalis birokrat tersebut
di gedung MPR tetap mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dengan dalih agar
lapangan kerja terbuka secara luas. Pengesahan tersebut dilakukan bahkan dalam
situasi pandemi Covid-19, dimana setiap hari, hampir 4 ribu jiwa terinfeksi.
Bukannya mengatasi pandemi Covid-19 terus meluas tanpa kendali, pemeritah
Jokowi malah mempercepat kebijakan deregulasi dalam bingkai neo-liberal bagi
kepentingan imperialism pimpinan AS.
Sejak UU Ketenagakerjaan dan PP 78 ditetapkan, klas buruh Indonesia
telah mengalami politik upah murah yang diwujudkan dalam penetapan upah minimum
berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kini dengan ditetapkannya
RUU Omnibus Law Cipta kerja sebagai undang-undang sapu jagat, maka klas buruh
akan mengalami penghisapan yang lebih dalam lagi, tanpa perlindungan kerja dan
semakin mengalami ketidakpastian kerja. Tidak ditetapkannya batasan waktu
kontrak bagi buruh outsourcing,
menghilangnya jaminan pesangon, ditetapkannya perhitungan upah per jam,
hilangnya jaminan sosial bagi klas buruh, hingga hilangnya cuti haid, hamil,
melahirkan, dan menyusui. Tidak adanya nomenklatur soal perempuan dalam UU
Cipta Kerja tersebut juga menandakan tidak dipedulikannya kaum perempuan oleh
rezim Jokowi.
Dengan nilai pertumbuhan ekonomi hingga minus tiga persen di
kuartal III, Indonesia telah masuk dalam jurang resesi. Dengan demikian,
terjadi gelombang PHK besar-besaran akibat krisis Imperialisme yang sudah semakin
akut. Pemerintah Jokowi sebagai pelayan Imperialis AS tidak memiliki daya
apapun selain menyuap rakyat miskin dengan BLT senilai Rp 300 ribu per 3 bulan yang
sama sekali tidak menjamin penghidupan rakyat yang mengalami krisis makin
kronis. Dengan ditetapkannya UU Cipta Kerja, akan terjadi gelombang
pengangguran berskala masif akibat mudahnya perusahaan melakukan PHK terhadap
klas buruh. Setelahnya, ketidakpastian kerja merupakan ancaman yang serius bagi
klas pekerja yang di-PHK dan juga pemuda yang terus melakukan urbanisasi akibat
terjadi perampasan lahan di perdesaan.
Perampasan tanah akan semakin masif dan dilegitimasi melalui
UU Cipta Kerja dengan diperpanjangnya HGU hingga 90 tahun serta dimudahkannya
korporasi untuk membuat AMDAL, sehingga perampasan tanah besar-besaran yang
mengancam kaum tani akan menjadi pemandangan yang sering terjadi. Kebijakan
tersebut merupakan dikte Bank Dunia melalui program One Map Policy yang telah ditetapkan tahun lalu dan diratifikasi
menjadi Perpres Percepatan Reforma Agraria melalui mekanisme bagi-bagi
sertifikat. Sejatinya bahkan Perpres tersebut merupakan wujud dari reforma
agraria palsu ala Jokowi untuk mempercepat proses monopoli lahan skala massif
oleh tuan tanah swasta maupun negara.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja juga berdampak pada sektor
pendidikan. Dimana sejak pengesahannya, kluster pendidikan belum dibahas secara
tuntas. Tetapi terdapat beberapa poin dalam RUU tersebut yang akan memperluas
praktek komersialisasi pendidikan seperti kemudahan perizinan membuka institusi
pendidikan, serta hadirnya kebijakan kampus merdeka yang memungkinkan institusi
pendidikan menjadi link and match dengan
korporasi, khususnya korporasi multinasional. Melalui kebijakan tersebut, mahasiswa
dipaksa untuk menjadi buruh magang yang harus membayar uang kuliah hanya untuk
bekerja di lingkungan korporasi. Kampus sebagai institusi yang mereproduksi
tenaga kerja cadangan pada akhirnya secara terang-terangan mengeluarkan
kebijakan yang sangat menguntungkan bagi kaum imperialis. Munculnya kaum
intelektual yang menjadi konsultan bagi rezim kapitalis birokrat, atau bahkan
banyaknya lulusan kampus yang pada akhirnya bekerja menjadi buruh outsourcing menjadi bukti bahwa kampus
benar-benar menjadi corong kebudayaan bagi Imperialisme.
Krisis Imperialisme
hanya Bisa Diselesaikan Dengan Perjuangan Demokratis Nasional Dibawah
Kepemimpinan Klas Buruh
Ditetapkannya UU Cipta Kerja pada akhirnya bukan menjadi
jawaban yang tepat bagi klas buruh dan kaum tani di tengah situasi krisis
Imperialisme yang semakin akut ini. Pada kenyataannya UU Cipta Kerja tersebut
benar-benar membuka kran lebar bagi Imperialis AS untuk melakukan ekspor
kapital ke negeri Indonesia, bahkan di tengah krisis kesehatan yang sedang terjadi
pada saat ini.
Jelas bahwa apapun solusi yang ditawarkan oleh rezim Jokowi
sangat bertentangan dengan keinginan rakyat Indonesia. Maka dari itu, solusi
dari permasalahan tersebut ialah Reforma Agraria Sejati yang dijalankan dibawah
kepemimpinan klas buruh dan disokong oleh kaum tani untuk menopang pembangunan
industri nasional yang berdaulat dan mandiri. Perjuangan untuk mencapai hal
tersebut harus perjuangan demokratis anti-Feodalisme dan perjuangan pembebasan
nasional anti-Imperialisme, karena sejatinya Reforma Agraria Sejati akan
menghapus sama sekali Feodalisme di pedesaan dan perjuangan pembebasan nasional
yang melahirkan industri nasional akan mengusir Imperialisme dari negeri
Indonesia.
Pentingnya Gerakan
Massa Mahasiswa Berjuang Bersama Klas Buruh dan Kaum Tani
Massifnya gerakan massa mahasiswa dalam menentang pengesahan
RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan sebuah ekspresi klas yang tidak bisa
diremehkan. Kekuatan pemuda-mahasiswa yang merupakan kaum intelektual harus
mampu menyokong perjuangan klas buruh dan kaum tani dibawah kepemimpinan klas
buruh. Maka dari itu, sangat penting bagi gerakan massa mahasiswa untuk
berjuang beriringan bersama klas buruh dan kaum tani sebagai aliansi dasar yang
mampu merubah tatanan sosial masyarakat. Tidak hari depan bagi pemuda-mahasiswa
yang berjuang sendiri tanpa beraliansi dengan klas buruh dan kaum tani dengan
jargon agent of change. Sejatinya
pemuda-mahasiswa tidak akan bisa merubah tatanan sosial apapun jika tidak
dipimpin oleh klas buruh.
Maka dari itu, kami dari FMN Cabang Bandung Raya yang
merupakan organisasi massa mahasiswa demokratis di Bandung Raya mengajak kaum
pemuda-mahasiswa untuk berjuang bersama klas buruh dan kaum tani dibawah
kepemimpinan klas buruh untuk mewujudkan Reforma Agraria Sejati sebagai jalan
pembebasan rakyat Indonesia satu-satunya. Tanpa Reforma Agraria Sejati, tidak
akan ada hak demokratis yang didapatkan oleh kaum pemuda-mahasiswa. Tanpa
pembangunan Industri Nasional yang berdaulat dan mandiri, maka tidak akan ada
sistem pendidikan yang ilmiah dan demokratis.
Berdasarkan pandangan di atas, kami FMN Cabang Bandung Raya
menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mendukung dan ambil bagian aktif
dalam perjuangan rakyat Indonesia untuk membatalkan pengesahan RUU Omnibus
Law Cipta Kerja yang menyengsarakan rakyat Indonesia;
- Berjuang bersama klas buruh dan
kaum tani dalam menentang segala skema neoliberal yang dijalankan oleh
rezim boneka Jokowi-Ma’ruf Amin, yang mana kebijakan-kebijakan tersebut hanya
akan menghancurkan kedaulatan nasional dan memperluas kemiskinan rakyat Indonesia;
- Menuntut rezim Jokowi untuk memprioritaskan
keselamatan rakyat Indonesia dalam serangan pandemi Covid-19;
- Berjuang bersama klas buruh dan
kaum tani untuk mewujudkan Reforma Agraria Sejati untuk menopang
pembangunan Industri Nasional yang berdaulat dan mandiri; serta
- Menolak segala skema
liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan serta menuntut
diberlakukannya sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi
kepada rakyat.
Demikianlah pernyataan sikap FMN Cabang Bandung Raya dalam
merespon gelombang aksi pemogokan klas buruh sebagai bentuk protes atas
pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang sarat kepentingan Imperialis AS
tersebut.
JAYALAH PERJUANGAN MASSA RAKYAT TERTINDAS!
HIDUP KLAS BURUH DAN KAUM TANI!
TOLAK OMNIBUS LAW! JEGAL OMNIBUS LAW SAMPAI GAGAL! BATALKAN
OMNIBUS LAW SEKARANG JUGA!
Bandung, 6 Oktober 2020
Pimpinan Cabang FMN
Bandung Raya
Narahubung
*) 0857 1062 5325 (Salman al Farisi)
No comments:
Post a Comment