RILIS DAN PERNYATAAN SIKAP FMN CABANG BANDUNG RAYA ATAS GAGALNYA REZIM JOKO WIDODO DALAM MENANGANI KASUS WABAH COVID-19
Pimpinan Cabang FMN Bandung Raya
Belum
selesai penderitaan rakyat Indonesia dengan adanya tindasan yang dilakukan oleh
kapitalis birokrat dan tuan tanah dengan banyaknya konflik agraria yang memakan
korban dari kaum tani, serta skema politik upah murah yang berjalan dari tahun
ke tahun dan mengorbankan kelas buruh. Kini rakyat Indonesia harus mengalami penderitaan akibat adanya
penyebaran virus Covid-19 atau yang biasa disebut virus Corona. Penyebaran
virus tersebut terus meningkat pesat dan memakan korban yang tidak sedikit.
Tentunya penyebaran tersebut tidak bisa lepas dari kecerobohan dan arogansi
rezim Joko Widodo yang selalu berkelakar tanpa antisipasi yang kongkrit dengan mengatakan
bahwa Indonesia tidak akan terjangkit. Meluasnya Covid-19 yang dimulai dari
Wuhan, Tiongkok ke berbagai negeri bahkan diabaikan oleh rezim dan menyebabkan
kurangnya antisipasi penanganan yang efektif. Hasilnya ialah, rakyat Indonesia
harus merasakan penderitaan lebih parah lagi setiap harinya.
Hingga pagi tadi (26/03/2020), WHO merilis bahwa
Covid-19 telah menjangkiti sebanyak 197 wilayah (negara, area, teritori) di
seluruh dunia dengan total korban 416.686 pasien positif terjangkit dan 18.589
jiwa yang meninggal dunia. Wilayah yang memiliki penderita terbanyak ialah Tiongkok
(81.869 kasus), Italia (69.176 kasus), dan AS (51.914 kasus). Sedangkan di
Wilayah Asia Tenggara, Indonesia menduduki posisi ke-2 dengan 790 kasus positif
terjangkit dan kematian hingga 58 jiwa (total kematian akibat Covid-19 di
Indonesia merupakan tertinggi se Asia Tenggara). Di Indonesia, kasus Covid-19
(rilis dari harian Tirto) sendiri meningkat tajam per harinya. Bayangkan
saja, dalam sehari, jumlah pasien positif meningkat tajam hingga sebanyak 105
kasus dari yang sebelumnya mencapai 686 kasus, sedangkan jumlah pasien
meninggal dunia meningkat sebanyak 3 orang dari yang sebelumnya mencapai 55
jiwa. Terdapat 24 provinsi di Indonesia yang terjangkit, diantaranya 3 yang
terbanyak ialah DKI Jakarta (463 kasus dengan 31 jiwa meninggal), Jawa Barat
(73 kasus dengan 10 jiwa meninggal), dan Banten (67 kasus dengan 4 jiwa
meninggal). Sedangkan total jumlah
pasien yang sembuh di Indonesia sebanyak 31 orang.
Meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia menimbulkan
kepanikan di kalangan rezim karena rupanya negeri kita belum mampu dalam
mengantisipasi wabah tersebut. Hal tersebut diperparah dengan hadirnya
komersialisasi dan privatisasi sektor kesehatan yang menyebabkan rumah sakit
negeri maupun swasta menjadikan wabah Covid-19 sebagai ladang bisnis yang
massif. Karena itu sangat wajar jika tes pemeriksaan Covid-19 yang dilakukan
keduanya tidak sampai menjangkau ke seluruh lapisan rakyat Indonesia, utamanya
klas buruh dan kaum tani. Bahkan parahnya lagi, rezim Jokowi tidak lagi
mendahului kepentingan rakyat, tetapi mendahului kepentingan para wakilnya di
DPR-RI dengan menjalankan tes pemeriksaan secara menyeluruh bagi para anggotanya.
Hal tersebut membuktikan bahwa saat ini, rezim Jokowi dari jilid pertama hingga
jilid kedua ini tidak memikirkan bagaimana caranya menjamin dan menyelamatkan
rakyat.
Minimnya pengetahuan medis tentang Covid-19 juga
membuat rakyat Indonesia menghadapi ‘fenomena ketakutan’ yang luar biasa. Hal
tersebut terjadi karena rezim Jokowi juga menutup akses informasi mengenai
penyebaran Covid-19 (mencakup pasien, rumah sakit, dan yang lainnya). Kebijakan
mengisolasi pasien di berbagai rumah sakit dan anjuran untuk hidup berdiam di
rumah (#dirumahaja) tanpa kepastian ekonomi yang jelas dari Pemerintah justru
akan menimbulkan kepanikan massal. Pasalnya bagi kaum borjuasi perkotaan yang
terdiri atas para pedagang, Mahasiswa, kaum tani, dan rakyat miskin perkotaan lainnya,
anjuran Pemerintah tersebut berarti kehilangan sumber penghasilan harian yang
diperoleh. Sedangkan bagi klas buruh, kebijakan berdiam di rumah saja membuat
upah mereka dipotong hingga mencapai 50% per bulan. Krisis akibat wabah
Covid-19 tersebut juga mulai terasa ketika harga-harga kebutuhan pokok serta
antiseptic mulai naik dikarenakan kelangkaan ketersediaan pasokan barang
dipasaran. Bagi yang tidak mengikuti anjuran Pemerintah untuk berdiam di rumah,
maka virus Covid-19 terus menghantui mereka di pabrik-pabrik, transportasi, dan
area kerja lainnya. Disamping hal tersebut, rezim Jokowi belum juga membatalkan
pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dinilai dapat menyengsarakan
rakyat, utamanya klas buruh dan kaum tani. Pembahasan mengenai RUU tersebut
masih bisa berlanjut, karena DPR RI hanya mengeluarkan opsi tunda pembahasan
karena penyebaran wabah Covid-19 saja. Karena itu, rakyat Indonesia harus
bersiap-siap menghadapi kemungkinan pengesahan RUU Cipta Kerja ditengah-tengah
merebaknya wabah Covid-19 dan kebijakan untuk berdiam di rumah dan pelarangan
izin keramaian di tempat publik. Dalam keadaan krisis yang dialami rakyat saat
ini melukiskan suatu peribahasa yakni ‘sudah jatuh, tertimpa tangga pula’, hal
ini berdampak parah terhadap beban yang harus
dipikul yang ditanggung oleh rakyat dalam menentukan hari depannya.
Rakyat dibingungkan dengan berbagai gempuran kebijakan yang dapat membuat
kesengsaraan dan penderitaannya bertambah.
Untuk mengatasi krisis kesehatan dunia tersebut, IMF
dan Bank Dunia lagi-lagi menawarkan pinjaman sebesar 1 triliun dollar serta 14
miliar dollar untuk paket pembiayaan jalur cepat. Indonesia sebagai salah satu
negara anggotanya ditawarkan paket pinjaman tersebut, tentunya rezim Jokowi melalui
Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan meminta pinjaman tersebut untuk menangani
wabah Covid-19 di Indonesia. Langkah tersebut adalah sebuah langkah jebakan
yang disiapkan oleh Lembaga keuangan dan moneter dunia untuk menjebak
negara-negara jajahannya untuk terus terjerat dalam lingkaran hutang yang
membuat negara-negara tersebut mampu didikte oleh kepentingan kapitalis
monopoli global. Padahal sejatinya, hutang tidaklah mampu mengatasi krisis
kesehatan yang dialami Indonesia pada saat ini.
Bagaimana dengan APBN kita?
Jokowi mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2020 tentang Refocusing
Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka
penanganan wabah Covid-19 yang isinya kurang lebih soal pengutamaan anggaran di
seluruh sektor Lembaga untuk penanganan wabah Covid-19 serta kemudahan izin
berusaha. Inpres tersebut juga menekankan usulan realokasi APBN 2020 untuk
penanggulangan Covid-19 sebesar Rp 62,3 triliun. Dana tersebut berasal dari
penghematan belanja di sejumlah Kementerian/Lembaga yang mencakup pemangkasan
dana perjalanan dinas, honor, dana yang terblokir, serta output cadangan.
Anggaran tersebut bahkan tidak lebih besar dari anggaran infrastruktur yang
mencapai Rp 423,3 triliun serta pembiayaan investasi yang mencapai Rp 74,2
triliun. Tentunya hal tersebut membuktikan bahwa rezim Joko Widodo tidak pernah
kesulitan mengeluarkan biaya untuk kemudahan korporasi asing untuk berinvestasi
di Indonesia. Berbeda halnya dengan penanganan kasus yang berkaitan dengan
kondisi rakyat Indonesia, rezim Jokowi selalu banyak pertimbangannya, sehingga
penanganannya pun terkesan lambat dan menimbulkan banyak korban. Kebijakan
berdiam di rumah pun merupakan kebijakan efektif yang saat ini diserukan oleh
rezim, namun kebijakan tersebut tidak berlaku sama sekali bagi klas buruh yang
bekerja di pabrik-pabrik karena dikhawatirkan dapat menyebabkan tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.
Dalam lapangan kebudayaan, wabah Covid-19 juga
berimbas diliburkannya aktivitas bagi institusi dan Lembaga Pendidikan serta
mengalihkan kegiatan belajar mengajar yang semula belajar dari tatap muka
menjadi metode belajar daring (online). Secara logis, kebijakan tersebut
tidak bisa menjangkau siswa maupun Mahasiswa yang tidak mampu memiliki
fasilitas terhadap akses internet di desa-desa, di kampung – kampung pelosok.
Selain itu, kemampuan Lembaga Pendidikan dasar hingga kampus-kampus tidak
semuanya memiliki fasilitas penunjang untuk metode belajar jarak jauh. Belum
lagi, berkurangnya akses siswa/Mahasiswa terhadap fasilitas belajar di Lembaga
Pendidikan maupun kampus akibat metode belajar daring tidak membuat uang
sekolah maupun uang kuliah berkurang. Siswa maupun Mahasiswa harus tetap
membayar uang sekolah dan UKT dengan nilai yang sama dengan sebelumnya.
Kebijakan lockdown
yang dilakukan institusi Pendidikan seperti UNPAD, UIN Sunan Gunung Djati, UPI,
dan ITB dan beberapa kampus swasta lainnya pun membuat para Mahasiswa kesulitan
mengakses hal-hal administratif yang diperlukan selama perkuliahan berlangsung.
Kampus bahkan mematikan akses WiFi di areanya masing-masing, membuat para
Mahasiswa tidak memiliki akses apapun terhadap kampusnya. Para Mahasiswa juga
dipaksa pulang ke kampung halamannya masing-masing sehingga membuat situasi
area Bandung Raya lenggang dan sepi. Hal tersebut juga berdampak pada aktivitas
ekonomi. Tutupnya toko-toko dan warung di area Bandung Raya menyebabkan
sulitnya akses rakyat Bandung Raya terhadap komoditas-komoditas yang ada.
Parahnya lagi, kebijakan lockdown di kampus-kampus yang berlangsung dari
16 Maret 2020, akan terus berlangsung hingga awal Juni nanti. Ketidakpastian
kuliah dan aktivitas Mahasiswa, ditambah dengan fenomena ketakutan yang sedang
berlangsung akibat kurangnya akses informasi terhadap Covid-19 menjadi suatu
gejala komplikasi yang akan mengorbankan rakyat secara keseluruhan.
Semua hal tersebut terjadi tentunya karena
terbelakangnya sistem tatanan masyarakat Indonesia pada hari ini. Keterlibatan
Imperialisme AS terhadap ekonomi dan politik Indonesia melalui
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim juga berdampak pada
terbelakangnya kebudayaan rakyat. Penguasaan dan monopoli lahan secara massif
oleh korporasi multinasional melalui perkebunan, perhutanan, dan pertambangan
yang didukung oleh kemudahan izin berusaha dan investasi yang dikeluarkan oleh
Pemerintah juga menyebabkan kaum tani tidak pernah selesai memikirkan pemenuhan
kebutuhan dasarnya serta klas buruh tidak pernah selesai memikirkan keringatnya
dibayar dengan upah yang tidak layak. Akibatnya ketika wabah Covid-19 menjangkiti
rakyat Indonesia, klas buruh maupun kaum tani tidak siap menghadapi hal
tersebut, respon rezim terhadap hal tersebut juga tidak terbukti menyelesaikan
akar dari penyebaran wabah Covid-19. Lalu apa yang bisa kita harapkan dari
rezim dan para investor pendukungnya dalam menyelesaikan wabah Covid-19?
Dengan keadaan yang demikian, FMN Cabang Bandung Raya
menuntut:
- Pemerintah harus memastikan pemenuhan
kebutuhan hidup harian rakyat dengan menurunkan harga-harga komoditas
pangan, antiseptic, Alat Pengamanan Diri (APD) bagi rakyat;
- Pemerintah harus memberikan pelayanan kesehatan gratis hingga ke pelosok desa dan kampung, serta distribusikan Alat Pengamanan Diri (APD) secara gratis;
- Pemerintah harus memastikan petugas medis
bekerja dengan fasilitas pengamanan diri dan pengetahuan yang memadai;
- Pemerintah harus memastikan siswa dan Mahasiswa mendapatkan kembali sebagian uang bayaran sekolah serta UKTnya sebagai konsekuensi dari metode belajar daring (online);
- Batalkan usulan peminjaman dana
penanggulangan wabah Covid-19 ke IMF dan Bank Dunia sebagai agen
Imperialis di Indoensia, serta alokasikan anggaran APBN untuk menangani
wabah Covid-19;
- Batalkan seluruh RUU yang menyengsarakan
rakyat, termasuk Omnibus Law RUU Cipta Kerja;
- Liburkan para buruh yang masih bekerja di
pabrik-pabrik dan jamin pemberian upah layak selama libur berlangsung;
serta
- Jalankan reforma agraria yang sejati dan bangun
industri nasional sebagai jawaban jalan keluar atas krisis kesehatan yang
terjadi.
Krisis kesehatan yang sedang terjadi seharusnya bisa
diselesaikan ketika reforma agraria sejati, yaitu redistribusi ulang lahan
untuk kaum tani terjadi, sebagai bentuk pembebasan rakyat dari belenggu
Feodalisme serta tahap untuk memajukan sektor pertanian sehingga kaum tani
mampu memproduksi komoditas pertanian apa saja yang diperlukan oleh rakyat
Indonesia. Selain itu, kemajuan tenaga produktif juga harus didukung dengan pembangunan
dan pengembangan industri nasional, yaitu sebagai industri dasar yang mengolah
bahan-bahan dasar untuk menunjang industri pengolahan yang orientasinya
diabdikan untuk kebutuhan rakyat. Pengelolaan industri nasional harus
diserahkan kepada klas buruh sehingga seluruh sektor komoditas, termasuk
komoditas kesehatan, bisa terjamin keberadaan dan distribusinya. Untuk mencapai
hal tersebut, memperhebat dan memperluas dengan melancarkan perjuangan
demokratis nasional diperlukan sebagai bentuk perjuangan utama yang harus
dilakukan dalam membebaskan rakyat dalam beban krisis yang sedang sekarat di
dalam tubuh Imperialisme.
Selain menjamin penghidupan klas buruh dan kaum tani
melalui reforma agraria dan industri nasional, perjuangan demokratis nasional
juga dapat menjamin kemajuan kebudayaannya rakyat dengan menjamin hak-hak
rakyat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, sehingga melalui simpulan yang ada,
rakyat mampu menjawab segala persoalan yang dihadapi mereka sendiri, termasuk
persoalan wabah Covid-19 tanpa intervensi modal asing.
Semua hal tersebut hanya dapat dijamin melalui
persatuan dan perjuangan elemen rakyat tertindas yang mencakup klas buruh, kaum
tani, pemuda, perempuan, serta rakyat miskin kota yang dipimpin oleh klas
buruh. Sehingga rakyat, khususnya pemuda
dan Mahasiswa dapat berperan aktif dalam membangkitkan kesadaran rakyat,
mengorganisasikan dan berlawan untuk berjuang. Khususnya di tengah wabah
Covid-19 ini, pemuda dan Mahasiswa harus mampu meninggikan militansinya,
menghilangkan rasa takutnya, mengikis watak borjuasi kecilnya untuk memiliki
semangat berlawan , dan menumbuhkan semangat juang dalam mengabdi kepada rakyat
Indonesia, khususnya klas buruh dan kaum tani.
Demikianlah rilis dan pernyataan sikap yang
dikeluarkan FMN Cabang Bandung Raya untuk merespon lambatnya penanganan wabah
Covid-19 oleh rezim Jokowi jilid kedua ini.
Bandung, 26 Maret 2020
Hormat Kami,
FMN Cabang Bandung Raya
Aji Gunawan
Koordinator
Cabang
No comments:
Post a Comment