RIBUAN PETANI TOLAK RUU PENGADAAN TANAH

JAKARTA -- Pemerintah berjanji akan merespons tuntutan petani terkait dengan penolakan RUU pengadaan tanah. Berbagai masukan itu akan dibahas oleh pemerintah dengan DPR. 

"Kami respons, nanti kita bahas di sekretaris kabinet, hal-hal yang menjadi domain pemerintah," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, di kantor presiden, Senin (26/9). 

Namun, pemerintah tidak sepenuhnya bisa menjamin usulan itu dapat terpenuhi. Pasalnya, pembahasan undang-undang dikaji bersama dengan DPR. "Kalau sudah penetapan, itu domain dari DPR," kata Julian. 

Sebelumnya, sekitar 1.000 petani dari Serikat Petani Pasundan melakukan demonstrasi di depan Istana Merdeka. Mereka meminta penggodokan RUU Pengadaan Tanah dihentikan. Sebaliknya, mereka meminta pembahasan RUU Agraria dan pelaksanaan reformasi agraria dipercepat.

Sebanyak 15 perwakilan dari demonstran diterima oleh pihak istana di Wisma Negara. Mereka yang menemui pengunjuk rasa, yakni Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan Staf Khusus Kepresidenan Bidang Pangan dan Energi Yusuf Wangkar. 

Kemudian, turut hadir Wakil Menteri Pertanian, Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto, dan Wakapolda Metro Jaya. "Pemerintah menerima semua aspirasi, nanti kami laporkan ke Presiden," ujarnya. 

Aksi unjuk rasa tidak hanya dilakukan di Jakarta, puluhan masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) Jabar, Senin (26/9), juga berunjuk rasa di depan Gedung Sate Bandung. Mereka meminta pemerintah segera menghentikan monopoli dan perampasan tanah.

Koordinator FPR Jabar, Andi Nuroni, menuturkan aksi tersebut juga dilakukan dalam rangka peringatan Hari Tani yang jatuh pada 24 September 2011. "Pada momentum peringatan Hari Tani ini, kami meminta jangan ada lagi kekerasan terhadap petani yang sekarang sudah dalam kondisi semakin terpuruk," ujar Andi.

Sebelumnya, anggota Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mengatakan, isi RUU ini belum sepenuhnya mampu mengakomodasi kepentingan rakyat, sebaliknya lebih banyak memberikan ruang bagi swasta (konglomerat). Karena itu, keberadaan swasta dalam RUU ini rawan monopoli kepemilikan tanah. Ini bertentangan dengan semangat UU PA No 5 / 1960, terutama Pasal 12 dan 13 yang melarang monopoli kepemilikan tanah oleh swasta. 

Kecemasan ini beralasan karena RUU ini lebih memberikan kemudahan bagi pembebasan tanah dan kurang memberikan perlindungan bagi pemilik tanah. Lebih jauh lagi, semangat pemerataan tanah dengan kebijakan redistribusi tanah bagi masyarakat miskin hingga kini belum optimal. Padahal, menurut BPN, ada sekitar 7 juta hektare tanah telantar yang akan didistribusikan. Mestinya, usulan RUU ini diimbangi dengan langkah percepatan redistribusi tanah untuk masyarakat miskin. antara ed: joko sadewo

Share:

No comments: