
Konflik antara Masyarakat Karang Mendapo, Koperasi Tiga serumpun dan, PT. KDA-Sinarmas di Jambi telah menambah jumlah korban kekerasan terhadap rakyat Indonesia dan menambah catatan kasus sengketa tanah (Perampasan Tanah) yang tidak pernah mampu diSelesaikan oleh Pemerintah dibawah Kuasa Rezim boneka SBY-Boediono.
Sengketa Tanah yang tak pernah berakhir antara Masyarakat Karang Mendapo dengan Koperasi tiga serumpun dan PT. KDA-Sinarmas sejak tahun 2001 telah menambah bukti kerakusan Tuan tanah Besar-Borjuis Komprador di Indonesia yang tak puasnya melakukan eksploitasi atas sumber kekayaan alam Indonesia dengan Perampasan atas tanah rakyat, serta membuktikan watak asli Rezim Boneka SBY-Boediono yang tidak pernah berpihak kepada Rakyat.
Berawal dari kerjasama pembangunan kebun kelapa sawit Plasma seluas ± 1000 hektar yang terletak di desa Karang Mendapo, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, Propinsi Jambi antara Masyarakat dengan koperasi tiga serumpun dan PT. Kresna Duta Agroindo (KDA)Sinarmas. Tahun 2001 Koperasi Tiga Serumpun dan PT KDA mengajak masyarakat Desa Karang Mendapo untuk bekerjasama membangun Perkebunan Kelapa Sawit dengan Pola KKPA. Syarat untuk bisa ikut dalam pembangunan kebun kelapa sawit yaitu masyarakat Desa Karang Mendapo harus menyerahkan lahan kepada Koperasi Tiga Serumpun. Lahan yang diserahkan terdiri dari lahan milik pribadi dan lahan milik Desa Karang Mendapo. Koperasi Tiga Serumpun kemudian menyerahkan lahan tersebut kepada PT KDA untuk dijadikan Kebun Kelapa Sawit.
Melalui surat perjanjian kerjasama tanggal 3 April 2001 dan telah ditegaskan kembali pada tanggal 14 Juni taun 2004 yang salah satu isinya adalah PT Kresna Duta Agroindo akan menyerahkan lahan kepada masyarakat setelah tanaman sawit berumur 4 tahun. Kemudian Dalam Surat Perjanjian Kerjasama antara PT KDA dengan Koperasi Tiga Serumpun tertanggal 12 Januari 2001 juga dinyatakan bahwa Tanaman yang sudah berusia 48 bulan, pengelolaannya harus diserahkan kepada masyarakat peserta plasma. Dalam perkembangannya, selama proses pengelolaan perkebuan tersebut Masyarakat tidak pernah mendapat hasilnya, sehingga pada tahun 2006, dimana ketika Sawit sudah berusia 48 bulan (Empat tahun), petani menagih janji koperasi tiga serumpun dan PT.KDA untuk mengembalikan tanah tesebut kepada warga karang Mendapo, namu naspirasi warga tersebut samasekali tidak gubris oleh pihak Koperasi dan PT. KDA.
Hingga tahun 2007, warga karang Mendapo terus berupaya mengembalikamn tanahnya dan menagih janji koperasi tiga serumpun dan PT. KDA. Menyikapi desakan warga tersebut, pihak koperasi dan PT. KDA menyerahkan uang kepada warga dengan jumlah yang sangat sedikit. Penyerahan uang tersebut sesungguhnya bukanlah sebagai bentuk pembagian hasil dari produksi perke unan tersebut, melainkan hanya se bagai upaya Koperasi dan PT. KDA untuk meredam amarah Warga. Warga yang semakin meningkat kesadarannya akamn kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Koperasi tiga serumpun dan PT. KDA terus berusaha keras mengambil kembali lahannya, sehingga pada tahun 2008, warga karang Mendapo berhasil mengambil alih (Reclaiming) kembali lahannya seluas ± 650 hektar dan, sisanya seluas ± 350 masih dikuasai oleh Koperasi Tiga Serumpun / PT KDA.
Pada tanggal 15 Januari 2011, dimana ketika Petani Warga karang Mendapo yang tengah melakukan pemanenan dan perawatan atas lahan tersebut seperti biasanya setiap hari, kurang lebih 30an orang Anggota kesatuan Brimob POLDA Jambi mendatangi warga yang sedang berada dilahan kemudin tanpa alasan tiba-tiba melepaskan tembakan kepada petani. Tindakamn Brutal Brimod tersebut kemudian mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak petani, dimana 6 (Enam) Orang tertembak dan 7 Orang lainnya ditahan dengan tuduhan mencuri Sawit.
Menilai peristiwa tersebut, dari upaya monopoli lahan yang dilakukan oleh PT. KDA yang bekerjasama dengan Pihak Koperasi tiga Serumpun yang kemudian mengakibatkan jatuhnya korban akibat kebRutalan pihak Kepolisisan atas penembakan dan penahanan petani yang dilakukan oleh kesatuan Brimob POLDA Jambi, Front Perjuangan Rakyat (FPR) Menilai bahwa tindakan tersebut adalah seyata-nyata praktek perampasan tanah terhadap rakyat. Dengan pandangan tersebut kemudian FPR pada tanggal 17 Januri menggelar Aksi Demonstrasi untuk mendukung perjuangan kakum tani yang ada di karang Mendapo Jambi dan Mengecam Tindakamn Brutal Brimob POLDA Jambi yang melakukan penembakan dan Penahanan terhadap Petani tersebut.
Aksi Berlansung dari Bundaran Hotel Indonesia pukul 14.00 WIB menuju Kantor Sinarmas Group hingga pukul 16.20 WIB. Dalam Orasi yang disampaikan secara Bergantian Front Perjuangan Rakyat (FPR)Menyampaikan Kecaman terhadap POLDA jambi yang telah Mengerahkan pasukannya untuk melakukan penembakan terhadap Petani dan, mengutuk kerakusan PT. Sinarmas yang terus melakukan monopoli atas tanah rakyat tanpa mempertimbangkan kesejahteraan dan keberlansungna hidup Rakyat, selain itu, Front Perjuangan Rakyat menyampaikan pemblejetannya terhadap pemerintah yang terus mengabdi pada kepentingan para pemodal dan samasekali tidak pernah memperdulikan rakyatnya. Dalam Aksi tersebut Front Perjuangan Rakyat (FPR) sebagai Aliansi dari Organisasi-organisasi yang berjuanga untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia MENGUTUK DAN MENGECAM KERAS TINDAKAN REPRESIFITAS APARAT BRIMOB POLDA JAMBI YANG MENEMBAK 6 (ENAM) ORANG DAN MENANGKAP 7 (TUJUH) ORANG WARGA DESA KARANG MENDAPO dan, Menuntut:
1. Usut Tuntas dan Adili pelaku penembakan terhadap 6 (Enam) Orang Petani warga desa karang Mendapo
2. Hentikan Berbagai Bentuk kekerasan, Intimidasi, terhadap Rakyat termasuk Kaum tani.
3. Kepolisian RI dan PT. KDA (Anak Perusahaan PT. Sinar mas Group) harus Bertanggungjawab atas terjadinya penembakan dan Penangkapan terhadap Petani desa karang Mendapo.
4. Kembalikamn Tanah kepada rakyat dengan memberikan kepastian ;hukum atas tanah-tanah yang selama ini diolah dan dimanfaatkan.
5. Laksanakan Reforma graria Sejati
6. Hentikan Perampasan Upah, Tanah dan, Kerja
Jakarta, 17 Januari 2011-01-18
Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator
No comments:
Post a Comment