
10 Desember sebagai hari Hak Asasi Manusia seDunia merupakan pengingat bahwa perjuangan penegakan HAM adalah sebuah keharusan, karena HAM adalah hak dasar bagi setiap manusia dan tidak ada satupun pihak atau kekuatan yang berhak merampas kemerdekaan HAM seseorang. Hal ini pulalah yang kemudian menggugah kesadaran bagi setiap orang akan arti penting memperjuangkan HAM agar mendapatkan tempat yang layak, menjadikan HAM sebagai bagian yang penting untuk mendapatkan penghargaan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Peringatan hari HAM sedunia kali ini menjadi perayaan yang istimewa, karena berlangsung ditengah situasi krisis ekonomi global yang melanda seluruh dunia dan berbanding lurus dengan penderitaan rakyat yang semakin meningkat. Rakyat semakin sulit untuk mempertahankan haknya bahkan harus berjuang untuk memperolehnya. Krisis ini merupakan akumulasi dari proses over produksi yang telah berlangsung lama, khususnya over produksi persenjataan dan Produk berteknologi tinggi, militer dan kapital tentunya. Dalam sejarahnya, krisis selalu memberikan efek negatif bagi jutaan kaum pekerja di seluruh negeri, demikian pula dengan krisis yang sedang terjadi periode ini.
Di AS sendiri, hingga kuartal ketiga tahun 2010 mengalami penambahan jumlah pengangguran mencapai lebih dari 150,000 orang. Hal ini sangat bertolak belakang dengan angka pertumbuhan ekonomi mereka yang hanya tumbuh 3,7 persen pada kuartal pertama dan merosot menjadi 1,6 persen pada kuartal kedua. Fakta ini menjadi bukti bahwa pada tahun 2010 perekonomian AS tidak menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan, sebaliknya semakin mengalami kemerosotan, Tajam dan akut dan, krisis tersebut terus merambat hingga kawasan Eropa.
Krisis yang terjadi ditubuh Imperialisme bebannya di limpahkan pada negara-negara dominasinya seperti Indonesia sehingga menyebabkan krisis bagi Negara-negara tersebut. Krisis ekonomi telah menyebabkan semakin hilangnya kedaulatan rakyat, perdamaian, dan kemerdekaan yang merupakan sendi-sendi dasar tegaknya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia menjadi rontok sudah. Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah ruah, dan sumber daya manusia yang besar, ternyata dengan watak pemerintah sebagai rezim boneka seperti SBY-Boediono tidak mampu menjamin kesejahteraan dan kedaulatan bagi seluruh Rakyat Indonesia, SBY-Budiono tidak mampu memenuhi HAM seluruh rakyat Indonesia. Faktanya bahwa angka pengangguran dan putus sekolah terus meningkat, kemiskinan makin merajalela, kerusuhan dan berbagai bentuk tindak kekerasan yang dialami rakyat terus meluas diberbagai daerah. Perampasan Upah, Tanah dan Kerja semakin luas dan intensif.
Disektor Perburuhan, Buruh terus dirancam dengan PHK yang bisa datang setiap saat dan persoalan perampasan upah. Melalui politik Upah murah yang dijalankan Pemerintah terhadap buruh dan pekerja lainnya berdampak pada hilangnya jaminan kesejahteraan bagi buruh. Dilain sisi, Buruh juga dihadapkan dengan perkara pelarangan berserikat “Union Busting” yang senyata-nyata adalah upaya pemberangusan gerakan buruh yang dilakukan oleh Perusahaan ataupun Pemerintah untuk menghilangkan tekanan dari buruh yang menuntut jaminan kesejahteraannya. Tentu saja praktek perampasan upah, penerapan system kerja kontrak dan outsourcing serta Pemberangusan Serikat Buruh (union busting) adalah sebuah bentuk pelanggaran HAM sebuah bentuk pelanggaran atas kemerdekaan seseorang untuk mewujudkan kesejahteraannya. Selain soal upah, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga menjadi masalah kongkret yang dihadapi oleh kaum buruh yang bekerja di Indonesia. Hingga pertengahan Agustus 2009 saja misalkan BPS mencatat jumlah buruh yang di PHK mencapai 3 juta orang (sumber: Kompas). Tentu saja ini akan menambah jumlah angka pengangguran pada periode yang sama, angkanya diperkirakan mencapai 8,59 juta jiwa, setara dengan 7,41% dari jumlah total angkatan kerja yang jumlahnya 107 juta jiwa.
Persoalan yang sama juga dihadapi oleh Buruh Migrant Indonesia (BMI) yang terpaksa bekerja keluar Negeri, karena tidak tersedianya lapangan kerja secara luas oleh Pemerintah di dalam negeri. Buruh Migrant bekerja diluar Negeri tanpa Jaminan Perlindungan, Kesejahteraan, Keselamatan dan, Kesehatan yang memadai. Buruh Migrant dihadapkan dengan persoalan biaya penempatan dan biaya operasional lainnya yang sangat tinggi, sehingga mengalami pemotongan Upah selama 8-15 (Delapan hingga lima belas) bulan.
Selain persoalan Pemotongan Upah yang tinggi, BMI juga dihadapkan dengan berbagai Kasus, terutama tindak kekerasan berupa pemukulan, Penyiksaan hingga pelecehan Sexual bahkan pembunuhan. Kasus kekerasan yang baru-baru saja terjadi terhadap Sumiati dan Kikim Komalasari yang bekerja sebagai BMI di Arab Saudi adalah bukti kongkrit bahwa pemerintah samasekali tidak memberikan jaminan perlindungan yang jelas bagi BMI. Sumiati mengalami penganiayaan akut dari majikannya, sementara Kikim Komalasari ditemukan tubuhnya sudah tidak bernyawa di dalam tong sampah setelah mengalami penganiayaan dan dibunuh oleh majikannya. Selain persoalan Sumiyati dan Kikim Komalasari, masih banyak ratusan bahkan ribuan kasus perlakuan tidak manusiawi BMI, yang tidak terselesaikan dengan tindakan tegas dari pemerintah Indonesia.
Misalkan selama tahun 2010 saja, tercatat sedikitnya 908 orang BMI meninggal dunia dan 3 orang mendapatkan vonis tetap hukuman mati. Khusus di Arab Saudi, dari 5,500 BMI yang bekerja disana mayoritas bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Dari jumlah tersebut, 20% mengalami penganiayaan, 65% sakit sebagai akibat buruknya kondisi kerja, dan 15% orang mengalami tindak pemerkosaan (sumber: Migrant Care). Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa Indonesia lagi-lagi menampakkan wajah aslinya sebagai negara dengan upaya penegakan HAM yang lemah.
Demikian juga dengan Kaum Tani sebagai jumlah rakyat mayoritas dihadapkan dengan berbagai kasus yang tidak jarang diikuti dengan tindak kekerasan, penangkapan dan pembunuhan. Petani dihadapkan dengan persoalan perampasan atas tanah dalam skala luas untuk kepentingan perluasan perkebunan, Pertambangan atapun Industri oleh Perusahaan Swasta maupun yang dilakukan lansung oleh Negara melalui PTPN, Perum Perhutani, Perum Inhutani, Taman Nasional dan Inhutani. Sementara itu kondisi ketimpangan kepemilikan tanah berimbas pada terjadinya diskriminasi dan represifitas terhadap kaum tani. Kasus kekerasan terhadap petani dapat dilihat dari kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu, penembakan petani di Sanyerang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi oleh aparat polisi brimob Polda Jambi. Peristiwa penembakan tersebut kemudian menyebabkan seorang warga (Petani) meninggal dunia terkena tembakan dibagian kepala. Selain itu juga terjadi tindakan kekerasan terhadap kaum tani di Lampung, Bulu Kumba, Pontianak, Malang, Wamena, dan Lombok Timur yang tidak sedikit juga menyebabkan jatuhnya korban dari pihak petani.
Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) mencatat selama tahun 2010 saja, sedikitnya 10 petani tewas, 133 luka parah dan ringan akibat tindak kekerasan, dan 197 petani ditahan dengan berbagai tuduhan. Sedangkan angka perampasan tanah saat ini telah mencapai 24,7 juta hektar yang akan menyebabkan 11,4 juta orang kaum tani sengsara. Ditambah dengan rencana perluasan lahan sebesar 3,943,000 hektar oleh berbagai investor besar dan dipastikan akan merampas lahan pertanian, menyebabkan sedikitnya 175,000 jiwa petani tersingkir dari lahan garapannya.
Perampasan atas tanah dan berbagai bentuk kekerasan terhadap petani yang semakin tinggi dan intensif serta dengan skala yang lebih besar masih menjadi problem pokok kaum tani di Indonesia. Berbagai usaha monopoli atas tanah tersebut, merupakan metode bagi imperialisme untuk menjamin pasokan bahan mentah untuk industry mereka. Praktek monopoli tanah tersebut jelas merupakan Pelanggaran HAM bagi kaum Tani yang telah merenggut hidup kaum tani, banyak kaum tani yang kehilangan pekerjaan utama mereka dan membuat kaum tani terjebak dalam penjara kemiskinan dan penderitaan yang dalam dan menjadi korban atas tindak kekerasan.
Pemuda mahasiswa Indonesia juga mengalami problem ketidak adilan dan diskriminasi dalam dunia pendidikan serta lapangan pekerjaan. Pendidikan menjadi tempat praktek komersialisasi, selayaknya lembaga bisnis yang terus saja membuat kebijakan pembiayaan operasional semakin tinggi, khususnya di Perguruan Tinggi (PT) rata-rata berkisar mulai ratusan ribu hingga puluhan Juta bahkan beberapa PT ternama dengan jurusan tertentu biayanya mencapai Ratusan juta rupiah.
Dalam amanat UUD 1945 telah diterangkan bahwa Setiap Warga Negara berhak Mendapatkan Pendidikan. Dipasal yang berbeda dalam UU juga dijelaskan bahwa alokasi anggaran pendidikan harus diberikan 20% dari APBN dan APBD untuk operasionalisasi pendidikan, namun faktanya alokasi 20% untuk pendidikan belumlah terealisasi secara penuh sampai saat ini. Buktinya dari upaya pemerintah melepaskan tanggung jawab pendidikan dengan mendorong PT untuk bisa otonom dalam operasionalisasi, seperti yang termaktub dalam PP 60 dan 61 tentang BHMN, UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 pasal 43, dilengkapi dengan UU BHP No.9 tahun 2008 yang kemudian di cabut oleh Mahkamah Konstitusi dan kemudian digantikan dengan PP No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Jelaslah bahwa Sempitnya akses rakyat untuk menjangkau pendidikan karena persoalan biaya yang tinggi, Berbagai macam bentuk kebijakan yang diskriminatif, intimidatif, ataupun Ancaman, pemukulan, penangkapan terhadap Mahsiswa adalah bentuk nyata pelanggaran HAM diDunia Pendidikan dan Sektor Pemuda umumnya. Pelanggaran HAM terhadap Pemuda Mahasiswa bahkan diperterang dengan tidak adanya jaminan Lapangan Pekerjaan setelah menempuh pendidikan ataupun bagi pemuda secara umum diseluruh Indonesia.
Dari pemaparan atas kenyataan-kenyataan persoalan mendasar yang dihadapi oleh rakyat Indonesia diatas, sesungguhnya adalah merupakan bentuk pelanggaran HAM di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah dibawah kuasa rezim boneka SBY-Boediono.
SBY-Budiono Gagal Memenuhi dan Melindungi HAM seluruh Rakyat, karena dalam pandangan FPR semua tindakan tersebut adalah fakta konkrit pelangaran HAM atas hak dasar rakyat dan menjadi tanggung jawab Negara dalam hal ini rezim SBY-Budiono untuk memenuhinya serta menyelesaikan semua berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi selama ini.
Dengan demikian, kami dari organisasi-organisasi rakyat maupun organisasi sosial yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) dalam momentum peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia kali ini, secara serentak menggelar Aksi Massa (KARNAVALHAM 2010) di 26 (Dua puluh Enam) Kota didalam Negeri, dan 3 (tiga) Kota diluar Negeri akan menggelar Aksi pada tangal 12 Desember 2010 mendatang. Melalui Aksi (KARNAVAL HAM) yang diselenggarakan Secara Serentak ini, FPR mengecam pemerintah atas berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Untuk itu Kami mendesak pemerintah untuk “HENTIKAN PERAMPASAN UPAH, TANAH DAN KERJA SERTA HENTIKAN BERBAGAI BENTUK KEKERASAN TERHADAP RAKYAT” dan Menuntut:
1. Penuhi dan ditegakkannya HAM sebagai hak-hak dasar untuk seluruh rakyat;
2. Hentikan Perampasan Upah, Tanah dan Kerja;
3. Tolak dan Hentikan Pemberangusan Serikat Buruh (Union Busting) serta kebebasan berpendapat di muka umum, maupun tindakan-tindakan kekerasan lainnya;
4. Tolak Komersialisasi Pendidikan;
5. Menuntut kepada pemerintah untuk menghentikan segala bentuk intimidasi kekerasan, terror, penangkapan dan kriminalisasi terhadap rakyat (buruh, BMI, petani dll) serta menunut untuk mengusut tuntas seluruh kasus kekerasan yang menimpa BMI terutama kasus Sumiyati dan Kikim Komalasari serta Petani (kasus Penembakan Petani di Jambi /Ahmad 45th);
6. Menuntut adanya jaminan kepastian kerja, hentikan PHK dan menolak penggunaan tenaga kerja dengan system perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) serta Outsourcing;
7. Tetapkan UMK/UMP sesuai dengan standart Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 100%;
8. Laksanakan reforma agraria sejati sebagai syarat terbagunnya industrialisasi nasional;
9. Tolak rencana Revisi UUK 13/2003 versi Pemerintah dan Pengusah yang jelas akan terus merugikan buruh;
10. Tolak pencabutan berbagai subsidi untuk pelayanan sosial, baik pelayanan kesehatan, pendidikan, maupun berbagai bentuk proteksi lainnya, seperti pelayanan lisitrik untuk rakyat, energi dan bahan bakar;
11. Menuntut pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat;
12. Rativikasi Konvensi PBB 1990 dan Hapuskan biaya berlebih penempatan BMI (Stop Overcharging);
13. Hentikan tindak pelanggaran HAM terhadap rakyat, Usut Tuntas serta dengan tegas menindak para pelanggar HAM;
14. Tangkap dan adili para koruptor tanpa pandang dan pilih bulu.
Melihat bahwa begitu Kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh Rakyat Indonesia saat ini, Melalui peringatan Hari HAM Internasional yang begitu istimewa kali ini, Kami sekaligus Mengundang, Mengajak dan menyerukan kepada Seluruh Rakyat Indonesia untuk bergabung bersama FPR baik di Nasional maupun dengan FPR yang tersebar diberbagai daerah dan di luar negeri, guna mengangkat, mengkampanyekan seluruh problem rakyat, bentuk-bentuk pelanggaran HAM di Indonesia sekaligus menyebarluaskan tentang arti penting HAM sebagai hak dasar yang wajib dipenuhi, mendapatkan jaminan perlindungan serta ditempatkan pada posisi yang utama oleh negara (pemerintah) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian pernyataan Sikap ini kami sampaikan untuk di ketahui dan di tindak lanjuti oleh pihak-pihak terkait. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.
Hidup Rakyat Indonesia!!
Jayalah Perjuangan Rakyat!!
Jakarta, 10 Desember 2010
Hormat kami,
Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator
HP. +6281808974078
No comments:
Post a Comment