TOLAK DAN BATALKAN UU CIPTA KERJA! - BROSUR UNTUK KLAS BURUH INDONESIA

 

TOLAK DAN BATALKAN UU CIPTA KERJA!

BURUH INDONESIA BUKAN BUDAK BANGSA ASING! LAKSANAKAN LANDREFORM SEJATI DAN PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL!

 

Tim Propaganda

FPPB-KASBI Bandung Raya

 dan

Pimpinan Cabang

FMN Cabang Bandung Raya

 



 

Apa itu Omnibus Law UU Cipta Kerja?

Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah undang-undang sapu jagat yang mencakup banyak peraturan dan meringkas segala peraturan yang sebelumnya. Omnibus Law merupakan pelaksanaan dari kebijakan Neoliberalisme yang memudahkan seluruh aktivitas penanaman modal asing di satu negeri. Di Indonesia terdapat UU Cipta Kerja yang telah disahkan pada 5 Oktober pada rapat paripurna DPR atas permintaan Pemerintahan Jokowi. Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, rezim Jokowi telah memantapkan dirinya sebagai Pemerintah boneka Imperialis Amerika Serikat (AS) yang menindas serta menghisap rakyat Indonesia, utamanya klas buruh dan kaum tani.

Darimana datangnya kebijakan Omnibus Law UU Cipta Kerja?

Omnibus Law UU Cita Kerja sengaja dirancang oleh rezim Jokowi sebagai persembahan untuk memperlancar dan memudahkan ekspor kapital Imperialis pimpinan Amerika Serikat di Indonesia. Hal ini ditujukan untuk memperkuat cengkeraman penghisapan Imperialis AS di negara-negara boneka (jajahan) termasuk Indonesia. Tujuan utama Omnibus Law adalah menyejahterakan kaum pemodal asing, pengusaha komprador dan tuan tanah besar di dalam negeri dengan membuka ruang eksploitasi besar-besaran atas tenaga kerja dan kekayaan sumber daya alam Indonesia. Maka jelas, Omnibus Law UU Cipta Kerja hadir sebagai penghalang besar bagi landreform sejati dan pembangunan industri nasional yang sangat merugikan klas buruh dan kaum tani Indonesia.

Kenapa rezim Jokowi membuat kebijakan Omnibus Law UU Cipta Kerja?

Kebijakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dirancang oleh rezim boneka Jokowi hakikatnya adalah dikte langsung dari kapitalis monopoli internasional pimpinan Amerika Serikat. Kebijakan tersebut secara langsung adalah pelimpahan beban krisis yang tengah dialami oleh negara-negara Imperialis. Dampak konkrit Omnibus Law akan menciptakan krisis kronis di Indonesia dan memperparah jurang kemerosotan penghidupan rakyat Indonesia. Rezim boneka Jokowi sebagai kaki tangan langsung Imperialis AS akan semakin dalam menindas kehidupan rakyat dengan memperparah perampasan akan upah, tanah dan lapangan pekerjaan. Omnibus Law UU Cipta Kerja ini, rezim boneka Jokowi akan semakin melestarikan karakter negara Indonesia sebagai negara setengah jajahan dan setengah feodal yang tidak mempunyai kedaulatan untuk menentukan nasibnya sendiri.

Kenapa klas buruh Indonesia harus Menentang Omnibus Law UU Cipta Kerja?

Karena beberapa pasal sangat merugikan klas buruh dan menguntungkan klas pemodal. Diantaranya ialah:

  1. Ketentuan mengenai upah minimum yang sebelumnya setiap wilayah kabupaten/kota mempunyai wewenang untuk menentukannya (sesuai pasal 89 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan), dalam UU Cipta Kerja pasal 88C Bab Ketenagakerjaan ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa upah minimum kabupaten/kota dapat ditetapkan oleh gubernur dengan syarat tertentu, diantaranya ialah memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi di kabupaten/kota tersebut (seperti yang telah ditentukan dalam PP No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan). Selain itu, ketentuan mengenai upah satuan waktu dan hasil yang sebelumnya tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan, diatur dalam pasal 92 UU Cipta Kerja. Dalam pasal tersebut, pengusaha diberikan kebebasan untuk menentukan unit keluaran yang ditugaskan kepada buruh sebagai dasar penghitungan upah;
  2. Mengenai pesangon bagi buruh yang di-PHK, diatur dalam pasal 156 UU Cipta Kerja, dimana pesangon hanya meliputi cuti tahunan yang belum gugur, biaya/ongkos pulang buruh ke keluarganya, dan hal-hal lain yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan maksimal penerimaan sebesar 25 kali upah pokok per bulan. Sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan, selain yang telah disebutkan diatas, uang penggantian hak juga meliputi penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari pesangon bagi yang memenuhi syarat. Dalam UU Ketenagakerjaan juga disebutkan bahwa maksimal pesangon sebesar 32 kali upah pokok per bulan, sehingga dapat disimpulkan bahwa nominal pesangon di UU Cipta Kerja menurun. Sebanyak 6 dari 25 kali upah yang dibayarkan menjadi pesangon berasal dari Jaminan Kehilangan Pekerjaan dalam naungan BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga dapat disimpulkan pula bahwa klas buruh yang membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan sendirilah yang membayar pesangon mereka, bukan murni dari pengusaha atau anggaran negara;
  3. Mengenai cuti biologis bagi kaum perempuan seperti cuti haid (yang diatur sebelumnya dalam pasal 81 UU Ketenagakerjaan), cuti hamil-melahirkan (yang diatur sebelumnya dalam pasal 82 UU Ketenagakerjaan), serta cuti menyusui (yang diatur sebelumnya dalam pasal 83 UU Ketenagakerjaan) ditiadakan dalam UU Cipta Kerja.  Selain itu, dalam pasal 80 UU Ketenagakerjaan diatur soal kesempatan untuk melakukan ibadah yang secukupnya bagi klas buruh. Tetapi dalam UU Cipta Kerja, hal tersebut tidak diatur sama sekali. Selain itu, cuti keagamaan juga ditiadakan dalam UU Cipta Kerja. Sedangkan untuk cuti tahunan diatur dalam pasal 79 UU Cipta Kerja;
  4. Mengenai outsourcing, UU Cipta Kerja pasal 89 menghapus pasal 65 dan mengubah pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Ketentuan perubahan tersebut akan berdampak semakin merajalelanya buruh outsourcing karena tidak ada lagi pembatasan jenis pekerjaan outsourcing. Sedangkan ketentuan mengenai PKWT dan PKWTT telah diatur dalam pasal 59 UU Ketenagakerjaan dengan maksimal 2 tahun dan lalu bisa diperpanjang hingga 1 tahun, namun dalam UU Cipta Kerja pasal 89 tidak mengatur batas maksimal waktu perjanjian kerja sementara dan jangka waktu perpanjangan maksimum, sehingga membuka kesempatan status buruh kontrak jadi tidak terbatas;
  5. Mengenai jam kerja, UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa waktu lembur maksimal 3 jam per hari dan 14 jam per minggu, namun dalam UU Cipta Kerja pasal 89 menjadi 4 jam per hari dan 18 jam per minggu; sehingga waktu kerja buruh semakin panjang;
  6. Mengenai PHK diatur dalam pasal 151 UU Ketenagakerjaan, dimana dalam aturan tersebut ketentuannya sangat banyak, sedangkan dalam UU Cipta Kerja pasal 153 dan pasal 154A menghilangkan ketentuan-ketentuan tersebut, sehingga pengusaha bisa seenaknya melakukan PHK sepihak kepada klas buruh.

(Sumber: Draf RUU Cipta Kerja versi awal, versi 905 halaman, dan versi 812 halaman)

Dari hal-hal tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa klas pemodal akan semakin menghisap klas buruh melalui UU Cipta Kerja dengan berbagai mekanisme aturan yang semakin menguntungkan mereka. Oleh karena itu, klas buruh harus mengetahui UU Cipta Kerja sebagai bentuk penghisapan yang lebih ekstrim lagi daripada UU Ketenagakerjaan dan PP No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.

Apa yang harus dilakukan klas buruh terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja?

Klas Buruh Indonesia harus tegas menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sejatinya hanya memberikan pelayanan kepada kapitalis asing dan kaki tangannya di dalam negeri yakni kapitalis Komprador dan Tuan Tanah besar untuk menjalankan ekspor kapital serta menjadikan Indonesia sebagai negeri terbelakang, bergantung dan dipaksa mengemis dengan hutang, investasi serta menjadi pasar bagi produk-produk Imperialis. Klas buruh Indonesia harus mengerti dan memahami bahwa Imperialisme, Feodalisme dan Kapitalis Birokrat merupakan musuh utama rakyat Indonesia. Perlawanan klas buruh Indonesia juga harus dibarengi dengan pembangunan serikat buruh yang independen dan memiliki semangat militan serta mempunyai strategi jangka panjang agar terus bisa melawan segala bentuk kebijakan dari rezim klik reaksi yang melanggengkan sistem setengah jajahan dan setengah feodal.

Strategi dan taktik yang tepat untuk melawan segala kebijakan rezim boneka Jokowi hanya bisa dicapai oleh persatuan kuat yang didasari oleh aliansi dasar klas buruh dan kaum tani sebagai mayoritas rakyat Indonesia dan menarik dukungan luas dari pemuda, mahasiswa, kaum intelektual dan profesional. Adapun metode perlawanan klas buruh dalam merespon Omnibus Law ini bisa dilakukan dengan cara melakukan aksi massa yang terpimpin dan terorganisir serta bisa melakukan aksi mogok kerja secara militan agar dapat menghentikan aliran keuntungan para pemodal. Karena pemogokan merupakan senjata utama dari klas buruh untuk menekan klas pemodal agar mau menuruti segala permintaan klas buruh.

Apakah gerakan rakyat menentang UU Cipta Kerja bergerak berdasarkan hoax?

Gerakan massa menolak Omnibus Law UU Cipta kerja yang bergejolak dari berbagai sektor di berbagai daerah membuktikan bahwa rezim Jokowi buta dan tuli terhadap suara dan protes rakyat tertindas di Indonesia. Rezim Jokowi menyebutkan bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah jembatan emas yang memakmurkan rakyat Indonesia. Namun nyatanya apa yang disebut sebagai kemakmuran tersebut adalah hoaks terbesar yang disebarkan oleh pemerintah Jokowi. Dengan disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja hanya akan membuka ruang penghisapan, penindasan dan pemiskinan besar-besaran terhadap kaum tani dan klas buruh Indonesia. Pemberitaan terkait gerakan rakyat menolak Omnibus Law Cipta Kerja saat ini tidak direspon oleh rezim Jokowi saat ini. Rezim Jokowi dengan kotor dan keji malah membuat propaganda bohong dengan menuduh gerakan rakyat menolak Omnibus Law adalah tidak berdasar dan semata-mata terbawa hoax yang beredar.

Sejak disahkannya UU Cipta Kerja dalam rapat Paripurna tanggal 5 Oktober 2020 di DPR, belum ada kejelasan dan tansparansi terkait draf final UU Ciptaker. Ketidakjelasan ini sengaja diciptakan oleh rezim Jokowi untuk menghambat kajian mandiri yang dilakukan oleh gerakan rakyat dan ditujukan untuk mendukung tuduhan keji rezim terhadap gerakan rakyat. Namun hoak dan manipulasi oleh rezim Jokowi ini tidak akan menghentikan kajian objektif sebagai landasan gerakan rakyat menolak Omnibus Law. Karena dari kelima draf UU Ciptaker tersebut sejatinya tidak ada perubahan secara hakikatnya, bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja akan menyengsarakan klas buruh dan kaum tani Indonesia.

Bila bukan Omnibus Law UU Cipta Kerja, apa solusi sejati ekonomi bagi rakyat Indonesia?

Krisis Imperialisme yang kronis pada akhirnya direspon oleh kaum Imperialis dengan meningkatkan keuntungan melalui laba super (super-profit) yang didapatkan dari penghisapan nilai lebih atas kerja buruh, serta bunga hutang yang terus digelontorkan ke negeri-negeri jajahan serta semi jajahan seperti Indonesia. Maka dari itu, rezim boneka pelayan Imperialis AS yang dipimpin oleh Jokowi merespon krisis tersebut dengan mempercepat pengesahan Omnibus Law yang sejatinya merupakan pesanan dari kaum Imperialis. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa Omnibus Law merupakan kelanjutan dari program fleksibilitas tenaga kerja yang telah disusun oleh kaum Imperialis melalui Bank Dunia, IMF, dan WTO. Maka dari itu, Omnibus Law yang bukan berasal dari aspirasi rakyat Indonesia, sama sekali tidak berpihak kepada rakyat Indonesia, khususnya klas buruh dan kaum tani.

Maka dari itu, solusi dari krisis ekonomi yang terus akut ini hanyalah Reforma Agraria Sejati serta pembangunan Industri Nasional yang berdaulat dan mandiri. Reforma Agraria Sejati merupakan program pengembalian seluruh tanah dan sumber kekayaan alam yang telah dieksploitasi oleh tuan tanah swasta maupun negara kepada kaum tani agar dikelola secara mandiri. Reforma Agraria Sejati sendiri diadakan sebagai dasar untuk membangun Industri Nasional yang berdaulat dan mandiri, bebas dari intervensi kapital asing serta mampu dijalankan oleh klas buruh. Tidak ada jalan lain bagi klas buruh, selain memimpin pembebasan rakyat Indonesia melalui kedua program tersebut tanpa bergantung kepada klas-klas reaksi yang telah menindas klas buruh dan seluruh rakyat tertindas di Indonesia.

 

 

 

Bandung, 16 Oktober 2020

Share:

No comments: