
Sekilas tentang Hari HAM
Hari HAM Internasional diresmikan tepatnya tanggal 10 Desember 1948 oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan lahirnya sebuah Deklarasi Universal tentang penghargaan atas HAM yang berisi setiap negara di dunia wajib menjamin pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar bagi warga negaranya. Hukum HAM meyakinkan perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang utamanya dilakukan oleh negara dan aparatnya. Artinya negara bisa dituntut jika melanggar hukum HAM.
Kesadaran dan kesepakatan untuk melahirkan sebuah Deklarasi Universal HAM muncul di masa Perang Dunia II, yang secara hakekatnya adalah perang imperialisme untuk mengukuhkan dominasi ekonomi atas suatu negeri telah memberikan banyak kerugian terhadap rakyat diseluruh dunia. Tidak hanya kerugian secara materi, namun secara lebih dalam, HAM sebagai hak dasar bagi seluruh manusia telah diinjak-injak, dan tidak mendapatkan penghargaan sedikitpun. Perang terbukti telah memberikan kerusakan yang mendalam, dan mencampakkan HAM pada satu titik yang paling rendah dalam kehidupan manusia.
Deklarasi Universal HAM inilah yang kemudian menjadi tonggak penting bagi upaya perlindungan dan perjuangan atas pemenuhan hak asasi manusia. Menjadikan tanggal 10 Desember sebagai hari Hak Asasi Manusia se-Dunia, sebagai penanda bagi pengakuan terhadap hak-hak dasar manusia, apapun kebangsaan dan sektornya, di seluruh penjuru dunia.
Sekilas tentang Hari Migran Internasional
Dalam sejarahnya, peringatan Hari Migran Internasional (HMI) ditetapkan berdasarkan tanggal penetapan Konvensi PBB Perlindungan Hak Buruh Migran dan Keluarganya pada 18 Desember 1990. Migrant Day diperingati sebagai bentuk pengakuan internasional atas tingginya masalah-masalah migrasi, khususnya terhadap buruh migran, pengungsi dan kaum terusir dari seluruh dunia, yang disebabkan oleh krisis ekonomi dalam sistem globalisasi-neoliberal (penjajahan gaya baru). Pengesahan ini juga dilakukan untuk menghormati segala kontribusi jutaan pekerja migran terhadap ekonomi negara asal dan negara tempat bekerja serta untuk mempromosikan penghargaan terhadap hak dasar pekerja migran.
Adapun beberapa hak-hak pokok yang seharusnya dijamin dan dinikmati seluruh buruh migran di seluruh dunia antara lain:
1. Hak meninggalkan negara manapun, termasuk negara asal buruh migran, negara tempat kerjanya, dan untuk memasuki dan tinggal dinegara asal setiap waktu
2. Hak atas penghidupan dan akses kepada sumberdaya dan peluang ekonomi negara asal dan negara tempat kerja
3. Hak atas pekerjaan yang layak
4. Hak atas kondisi kerja yang adil dan manusiawi
5. Hak atas isirahat dan waktu luang untuk menikmati rekreasiterlibat secara bebas dalam kehidupan budaya
6. Hak atas perlakukan yang wajar dan sama di tempat kerja.
7. Hak untuk berpergian di negara tempat kerja
8. hak untuk dilindungi dari perlakuan dan hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat
9. Hak untuk dilindungi dari diskriminasi dan eksploitasi
10. Hak atas hidup, termasuk akses terhadap layanan kesehatan mendesak, perlindungan dari kekerasan fisik dan lainya.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan mengadakan rapat secara damai, termasuk hak untuk membentuk perkumpulan atau serikat dinegara tempat bekerja untuk melindungi kepentingan ekonomi, sosial dan kepentingan lainya dari buruh migran
12. Hak untuk terlibat dalam urusan - urusan publik di negara asal, termasuk pemungutan suara
13. Hak atas persetujuan menyangkut kebijakan - kebijakan yang mempengaruhi nasib buruh migran dinegara asal dan tempat bekerja.
14. Hak atas perkembangan pribadi dan profesional termasuk atas layanan sosial dan pendidikan di negara asal dan negara tempat bekerja
15. Hak untuk diakui dimanapun sebagai pribadi didepan hukum
16. Hak untuk melindungi, melestarikan dan mempertahankan keutuhan keluarga.
17. Hak atas reproduksi sosial termasuk perlindungan maternitas dan pilihan reproduksi dan hak atas preferensi seksual.
18. Hak atas kebebasan pikiran, suara hati dan agama
19. Hak untuk mempertahankan akar dan identitas budaya
20. Hak atas keamanan dan kebebasan sebagai pribadi.
Namun sudahkah kesemua hak -hak diatas dipenuhi pemerintah Indonesia kepada Buruh Migran Indonesia di HK dan negara - negara tujuan lain serta keluarga kita? tentu kita tahu jawabannya pasti TDAK! selain itu, meski sudah bersedia menanda tangani yang berati menyepakati prinsip konvensi ini di tahun 2004 namun sampai sekarang pemerintah tetap menolak untuk menerapkan/ meratifikasikanya.
Pemerintah RI Melanggar HAM BMI dan keluarganya
Namun melihat tragisnya kondisi dan persoalan yang dialami Buruh Migran Indonesia, pemerintah Indonesia terbukti gagal melaksanakan mandat dari Deklarasi Universal HAM dan Konvensi PBB Perlindungan Hak Buruh Migran dan Keluarganya. Bahkan negara RI menjadi pelanggar pertama dan utama bagi penegakan hak-hak dan martabat BMI serta keluarganya. Berikut ini pelanggaran-pelanggaran tersebut:
Pelanggaran pertama dan utama: Kegagalan menyediakan lapangan kerja dengan upah layak bagi rakyatnya di Indonesia sehingga mengakibatkan jutaan orang terpaksa harus bermigrasi ke negeri-negeri lain. Migrasi terpaksa ini kemudian porak porandakan banyak keluarga, anak-anak broken-home, maraknya pernikahan dini dan penggunaan narkoba, tingkat perceraian tinggi, dan lain sebagainya, dan secara otomatis masyarakat dimana buruh migran tersebut berasal.
Pelanggaran kedua: Menjual dan mengekspor rakyat Indonesia keluar negeri melalui Program Ekspor Tenaga Kerja (UUPPTKILN No. 39) dengan target 1 juta/tahun demi mengurangi pengangguran dan mendapatkan devisa untuk menambah pemasukan negara. Uang kiriman (remitansi) tersebut malah dimanfaatkan untuk pembangunan versi pemerintah Indonesia (rumah elit, mall, jalan raya, dsb) dan bukannya pembangunan untuk rakyat.
Pelanggaran ketiga: Tidak adanya niat pemerintah RI untuk melindungi BMI/keluarganya dan menyerahkan sepenuhnya penempatan dan perlindungan BMI keluar negeri kepada swasta antara lain PJTKI/agensi luar negeri/calo (UUPPTKILN No. 39) sehingga menjadikan BMI tidak berdaya dan mutlak di dalam kontrol para mafia ini.
Melalui sistem perlindungan via PJTKI/Agensi, Pemerintah beranggarapan telah memberikan perlindungan berlapis terbaik kepada BMI. Pemikiran semacam ini (melindungi via PJTKI/Agensi) lahir karena orientasi pemerintah yang memperlakukan BMI sebagai barang dagangan yang semata-mata sumber penghasil devisa/pendapatan bagi negara. Tapi di tataran kenyataan justru sebaliknya, berbagai kasus yang menimpa BMI justru didalangi PJTKI/agensi/calo.
Bahkan ketika BMI melaporkan pemerasan kepada perwakilan pemerintah diluar negeri (KBRI/KJRI), para pejabatnya terang-terangan membela agensi dengan tidak melakukan apapun untuk menyelesaikan kasus pemerasan tersebut, kadang melalui mediasi dan seringnya secara terbuka menolak memberi bantuan kepada BMI. Akibatnya setiap BMI dibiarkan berjuang sendiri untuk mencari solusi atas persoalan-persoalan yang dihadapinya. Alhasil, banyak dari mereka menjadi illegal/overstay, lari ke Macau, menjadi pengungsi politik, menuntut ke pengadilan, bunuh diri, dsb. Kasus yang menimpa Sumiati dan Kikin hanyalah satu contoh imbas dari praktek pembiaran pemerintah RI terhadap BMI diluar negeri.
Pelanggaran pemerintah RI terhadap BMI di Hong Kong:
- Melalui UUPPTKILN No. 39, pemerintah RI memaksa BMI untuk masuk ke PJTKI/Agensi dan menyerahkan tanggung jawab memberi training kepada para calo ini sehingga pemerintah RI tidak perlu direpotkan dengan pembekalan BMI keluar negeri.
- Melegalisasikan biaya penempatan sebesar HK$21.000 melalui sistem potongan gaji selama 5-7 bulan. Uang tersebut kemudian dibagi-bagi antara pemerintah, PJTKI, Agensi, Bank dan pihak-pihak lainnya. Meski biaya penempatan sudah diturunkan menjadi HK$9.000 dan HK$15.000 tapi pemerintah RI tidak pernah menerapkan dengan alasan PJTKI dan Agensi tidak setuju keuntungan diturunkan.
- Melarang BMI untuk proses mandiri dan tetap diharuskan diproses melalui Agensi meski sudah diluar negeri. Akibatnya mayoritas BMI di HK menjadi korban biaya agen ilegal atau lebih dari 10% dari gaji 1 bulan sesuai ketetapan pemerintah HK. Umumnya membayar antara HK$1.500 – HK$15.000.
- Menjual BMI dengan harga murah “underpay” agar cepat laku sehingga mengurangi jumlah simpanan calon BMI dan tetap menikmati biaya HK$21.000. Berdasarkan peraturan pemerintah RI, semua BMI yang ditempatkan di HK dikenakan biaya penempatan HK$21.000. Jadi meski gaji underpay tetap dikenakan biaya yang sama.
- Mengijinkan agensi-agensi HK menahan paspor dan kontrak kerja BMI meskipun tindakan ini kriminal sebab melanggar hukum internasional
- Memaksa semua BMI yang pulang untuk masuk ke Terminal Khusus BMI dan dipaksa memakai transportasi bandara sehingga bisa diperas lagi sampai uangnya ludes.
BMI Menggugat Pemerintah RI: Stop perbudakan terhadap BMI dan berikan perlindungan sejati
Selama ini kita dibuat percaya bahwa BMI dilindungi pemerintah melalui PJTKI/Agensi. Padahal sebenarnya pemerintah RI lepas tangan dan menjerumuskan BMI dalam sistem perbudakan dimana BMI diperas melalui biaya penempatan amat tinggi dan berkali-kali, ditahan paspor dan kontrak kerjanya, diupah dibawah standar dan tidak diberi hak-hak sesuai kontraknya, tidak dilayani ketika membutuhkan, tidak diberi informasi yang benar, dan lain sebagainya.
Maka melalui peringatan Hari HAM dan HMI kali ini, BMI di Hong Kong menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menegakan dan menghormati HAM BMI dan menghentikan perlakuan BMI layaknya barang dagangan dan budak belian yang tidak punya hak bersuara dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Maka bagi BMI di Hong Kong, tuntutan-tuntutan harus terus kita serukan dan realisasikan untuk meyakinkan penegakan HAM kita:
- Memberlakukan kontrak mandiri bagi semua BMI tanpa terkecuali!
- Turunkan biaya penempatan sekarang juga! Terapkan 10% komisi agen-HK!
- Stop paksa BMI masuk PJTKI/Agensi! Cabut UUPPTKILN. No 39!
- Meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 bagi Buruh Migran dan Keluarganya!
- Mendukung Konvensi ILO bagi PRT dan UU PRT di Indonesia
Tujuan:
· Memblejeti pemerintah Indonesia yang pelanggar HAM BMI pertama dan utama dengan terus menerus membela PJTKI/Agen dan membuat peraturan dan kebijakan yang merugikan BMI. Untuk mendidik BMI tentang persoalan utama BMI dan mempromosikan tuntutan-tuntutan kita.
· Mengkonsolidasi anggota PILAR dan GAMMI dan jaringan lainnya melalui partisipasi mereka.
· Untuk melahirkan sebanyak mungkin aktifis massa
· Untuk memperkuat kerjasama dengan organisasi, aliansi dan jaringan lainnya.***
No comments:
Post a Comment