UPI GAGAL SELENGGARAKAN PENDIDIKAN

SETIABUDHI (GM) - Kebijakan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang memberikan sanksi terhadap 6 mahasiswa dengan mencutikannya karena tidak bisa membayar uang kuliah tunggal (UKT), ditolak sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UPI. Sehubungan dengan hal itu, mereka menggelar aksi unjuk rasa di kampus UPI, Jln. Setiabudhi, Kota Bandung, Senin (7/4).

Mereka menilai dicutikannya ke-6 mahasiswa UPI karena tidak bisa membayar UKT, menunjukkan kegagalan UPI dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi bagi mahasiswa tidak mampu. Kebijkan UKT sebagai kepanjangan dari Undang-undang Perguruan Tinggi (PT) jelas-jelas tidak memihak pada mahasiswa.


“Bagai panggang jauh dari bara, UKT yang digadang-gadang tidak akan menaikkan biaya kuliah nya­ta­nya jauh dari harapan. Banyak dari mahasiswa dan orangtua mahasiswa mengeluhkan beban biaya kuliah yang mahal,” ungkap koordinator aksi Aliansi Mahasiswa UPI, M. Fahmi Akbar kemarin.

Oleh karena itu, mereka menolak kebijakaan cuti paksa sebagai kebijakan yang tidak memihak kepada mahasiswa. Sebab UKT dan biaya UPI yang mahal sebagai bukti kegagalan atas penyelenggaraan PT.

Dengan adanya kebijakan cuti paksa ini pihaknya juga menilai UPI telah gagal menjamin hak-hak dasar mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan. UPI terus saja mengelak ketika diminta solusi atas cuti paksa yang dialami mahasiswanya.

Anti mahasiswa

Ia menambahkan UPI semakin memperlihatkan sikap yang antimahasiswa lewat regulasi-regulasi kebijakan kampus dengan dalih standar prosedur. Penyelenggaraan pendidikan tinggi di kampus UPI menjadi kian kaku ketika bertumpu pada sistem yang tidak ramah terhadap mahasiswa. Tentu saja biaya kuliah yang melambung tinggi memberikan dampak pada sulitnya mengakses perguruan tinggi pada rakyat miskin Indonesia.

Mereka juga menuntut agar UPI memberlakukan transparansi dalam pengelolaan keuangan, realisasikan Bantuan Mahasiswa Tidak Mampu (BMTM) dan berikan kejelasan terkait penyelenggaraannya,

“Kami juga menolak pungutan liar yang memaksa di dalam kampus, seperti biaya tambahan praktikum, modul, buku ajar, dan lain-lain. Berikan kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi mahasiswa. Dan cabut UU Pendidikan Tinggi sebagai produk hukum yang melanggengkan liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan tinggi,” ujar Fahmi.




Share:

No comments: